Membahas Pembiayaan Berkelanjutan untuk Penanganan Isu Sosial

Membahas Pembiayaan Berkelanjutan untuk Penanganan Isu Sosialteknologmuda.comHay sahabat semuah kembali lagi dengan saya admin di sini saya akan membahas mengenai Sebuah Pembiayaan berkelanjutan, merupakan slogan yang sering muncul di dalam pembahasan para pakar ekonomi dunia. Slogan ini, lebih akrab di telinga penduduk generik sebagai upaya menarik dana secara luas, guna menangani efek perubahan iklim. Instrumen pembiayaannya disebut sebagai Obligasi Hijau.

Sebenarnya, cakupan pembiayaan berkelanjutan tidak semata-mata berhenti hingga di situ. Konsep pembiayaan berkelanjutan berangkat berasal dari pertimbangan Environmental Social Governance/Esg) didalam sebuah aturan investasi. Artinya, pembiayaan berkelanjutan tidak sebatas ditujukan untuk menangani isu lingkungan, namun juga isu sosial dan tata kelola.

Merujuk European Commission (2021), pertimbangan sosial bisa merujuk pada isu ketidaksetaraan atau ketimpangan, inklusivitas, interaksi kerja, investasi didalam modal manusia dan rakyat, dan juga kasus hak asasi manusia. Isu sosial mencakup pendidikan, pembangunan sosial, kebugaran, ketenagakerjaan, dan aspek lain berasal dari pembangunan berkelanjutan sebagaimana didefinisikan didalam kesepakatan dunia yang tertera pada Sustainable Development Goals (Sdgs) 2030.

Untuk kilas balik, Sdgs dicanangkan oleh Bank Dunia pada lepas 25 September 2015, mengusung 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang terintegrasi dan saling perihal. Untuk mencapai apa yang ditargetkan didalam Sdgs – baik untuk isu lingkungan, sosial dan tata kelola – pasti diperlukan dana atau pembiayaan yang besar.

Bagi kelompok negara maju, pembiayaan tidak jadi halangan primer, berbeda halnya dengan kelompok negara berkembang. Analisis oleh Dana Moneter Internasional (Imf) memperlihatkan bahwa negara-negara berkembang menghadapi kesenjangan pembiayaan tahun rata-rata kira-kira Usd2.6 triliun untuk investasi di bidang kebugaran, pendidikan, jalan, listrik, air, dan sanitasi.

Tantangan jadi kian kompleks dan berat disebabkan di dalam perjalanan implementasinya, pandemi Covid-19 merebak ke semua dunia dan berdampak secara berarti pada perekonomian negara-negara di dunia. Untuk itu, instrumen Obligasi Hijau dan Obligasi Sosial, udah jadi opsi instrumen pembiayaan berkelanjutan. Instrumen paling akhir adalah instrumen pembiayaan berkelanjutan untuk menanggulangi isu sosial.

Instrumen Obligasi Sosial, dimaksudkan untuk menanggulangi isu sosial layaknya isu ketidaksetaraan atau ketimpangan, pangan, perumahan, pendidikan, kebugaran, dan ketenagakerjaan. Banyak berasal dari isu-isu itu yang mengalami pemburukan keadaan bersamaan dengan berlangsungnya pandemi Covid-19 semenjak Desember 2019 sampai kini.

Respons Cepat melalui Penerbitan Obligasi Sosial 

Pandemi Covid-19 berdampak luas, dan negara-negara lain di dunia turut merasakan pengaruh yang serupa. Tentunya, negara-negara di dunia tidak berpangku tangan. Pembiayaan berkelanjutan untuk penanganan isu sosial pun diluncurkan didalam bentuk Obligasi Sosial dan sejenisnya.

Di benua Eropa, misalnya. Untuk menangani efek pandemi yang vital pada situasi sosial ekonomi di Uni Eropa, European Commission udah menerbitkan Obligasi Sosial SURE Bonds sebesar €100 billion.

Langkah kebijakan ini bertujuan mempertahankan ketersediaan lapangan kerja dan menambahkan pendapatan bagi rakyat di Uni Eropa yang terdampak pandemi Covid-19. Dana yang diperoleh sanggup digunakan bagi aktivitas pengembangan modal manusia dan perlindungan sosial bagi penduduk Eropa yang terdampak, sehingga tetap mampu bertahan dan bangkit lagi berasal dari keterpurukan implikasi pandemi Covid-19. Dana ini juga akan dipergunakan untuk kurangi kesenjangan dan menambah inklusivitas.

Belgia juga udah merespons untuk warganya. Pemerintah Tempat Wallonne Region di Belgia udah menerbitkan Obligasi Sosial senilai Eur1 miliar (Setara Usd1.2 miliar). Dana yang terkumpul ditujukan untuk menanggulangi situasi krisis sosial ekonomi dan juga krisis layanan platform kesegaran rakyat implikasi pandemi Covid-19. Sasaran target adalah warga di Wallonne Region yang berpenghasilan rendah, tersandera hutang piutang, lanjut usia, kaum tunawisma atau kaum stigma.

Di Perancis, pandemi yang merebak sudah menimbulkan efek meningkatnya pengangguran. Pemerintah Perancis didalam hal ini, memerlukan dana yang tidak sedikit untuk sediakan tunjangan pengangguran, dan juga beri tambahan pendidikan dan pelatihan lagi untuk para pekerja yang di-phk.

Untuk itu, pada bulan Mei 2020 Pemerintah Perancis menerbitkan lima seri Obligasi Sosial senilai Eur17 miliar (Setara Usd19.3 miliar). Badan pemerintah bertanggung jawab menerbitkan dan mengelola dana ini adalah Unédic, sebagai badan nasional pengelolaan asuransi ketenagakerjaan Prancis. Tujuan penerbitan adalah untuk menolong misi pemberian dan Perlindungan bagi karyawan yang kehilangan pekerjaan di Perancis.

Secara lebih spesifik, target program adalah para kaum pengangguran di bawah garis kemiskinan dan juga rakyat berpendidikan rendah dan tanpaKeterampilan bekerja.

Di belahan benua Afrika, berlangsung krisis ketahanan pangan sebagai pengaruh pandemi Covid-19. Sebagai respon proaktif, African Development Bank udah menerbitkan Obligasi Sosial senilai Usd3.1 miliar di year 2020.

Menyeberang ke benua Asia, negara-negara di Asia memberi tambahan tanggapan yang responsif. Untuk Ukm yang terdampak Covid-19, Pemerintah Philipina lewat Bank of the Philippine Islands, sudah meluncurkan Obligasi Sosial senilai Php21.5 miliar, atau setara Usd438 juta di tahunan yang serupa.

Begitu pula dengan krisis sosial ekonomi di Jepang implikasi pandemi, yang direspon cepat oleh Pemerintah Jepang lewat penerbitan Obligasi Sosial lewat Chugoku Bank.

Negara Indonesia tidak kecuali. Pertimbangan sosial didalam pembiayaan berkelanjutan, jadi perhatian Pemerintah Indonesia belakangan ini. Situasi pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, udah berdampak pada rakyat luas. Pemerintah dipaksa merogoh kocek anggarannya lebih di dalam. Beban defisit fiskal yang sebelum pandemi sanggup dikelola dengan terlampau baik di bawah tiga % Pdb, kini sudah membengkak jadi 6,34 % (2020) dan 5,7 prosen (2021) berasal dari Pdb.

Untuk menangani defisit fiskal itu, Pemerintah Indonesia telah jalankan langkah responsif. Di kuartal ketiga 2021, tepatnya pada lepas 23 September 2021 Pemerintah sudah melaksanakan penerbitan perdana Sdgs Bonds. Sdgs Bonds merupakan perpaduan Obligasi Hijau dan Obligasi Sosial. Nilai penerbitan Sdgs Bonds itu adalah Eur500 juta untuk tenor 12 th, dijual dengan taraf kupon 1,30 % dan yield sebesar 1,351 %.

Dana hasil penerbitan ini, akan digunakan untuk menanggulangi dua isu berarti didalam Sdgs. Pertama isu perubahan iklim, dan yang kedua isu sosial. Isu sosial akan mencakup penanganan pengaruh pandemi Covid-19 di sektor ketenagakerjaan dan Umkm, pendidikan dan kebugaran, dan juga pertolongan pertolongan sosial untuk pangan dan layanan dasar.

Untuk pembiayaan penanganan pandemi, pemerintah Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit untuk pengadaan vaksin Covid 19, bonus tenaga kesegaran dan pertolongan dukungan sosial bagi penduduk yang terdampak.

Diversifikasi Sebagai Bagian Strategi Pembiayaan Pemerintah

Penerbitan Sdgs Bonds itu, tentunya tidak tanggal berasal dari taktik kebijakan pembiayaan utang Pemerintah Indonesia. Pembiayaan utang udah jadi instrumen kebijakan counter cyclical, guna percepatan pemulihan sosial ekonomi dan reformasi dengan tetap mempertahankan keberlangsungan fiskal.

Di dalam hal ini, terdapat empat taktik yang digariskan pemerintah. Pertama, mengendalikan utang dengan mempertahankan rasio utang pada PDB di dalam batas kondusif. Di dalam keadaan normal, batas maksimal rasio utang negara pada PDB adalah sebesar 60 % dan batas maksimal defisit APBN pada PDB adalah 3 prosen. Hal ini merujuk pada UU Keuangan Negara No. 17 year 2003. Didalam situasi pandemi Covid-19 ini, batas maksimal defisit APBN pada PDB dinaikkan ke angka 6,34 prosen, merujuk pada UU No.2/2020.

Akhirnya, taktik kebijakan kedua, mendorong fleksibilitas pembiayaan utang yang responsif, tetapi dikelola secara prudent dengan mempertimbangkan biaya dan risiko. Ketiga, mendorong efisiensi biaya utang, terhitung lewat opsi diversifikasi penerbitan Sdgs Bonds. Keempat, mempertahankan ekuilibrium makro dengan mempertahankan komposisi portofolio utang secara optimal.

Secara total, keempat taktik kebijakan ini ditunaikan Pemerintah secara oportunistik, terukur, dan prudent. Tentunya, taktik dan implementasi pembiayaan yang baik ini jadi modal vital bagi bangsa Indonesia, untuk mencapai Visi Indonesia 2045.

Akhir Kata..

Demikian pembahasan  yang bisa admin sampaikan semoga artikel ini bisa bermanfaat, sekian dan terimakasih

 

You May Also Like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *